Rabu, 27 Juni 2012

makalah virus hiv-aids


PENGERTIAN VIRUS HIV/AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).

Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan
.

HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

SEJARAH VIRUS HIV/AIDS
Ø  KASUS HIV/AIDS ’PERTAMA’
Kejadian ini berawal pada musim panas di Amerika Serikat tahun 1981, ketika itu untuk pertama kalinya oleh Centers for Disease Control and Prevention dilaporkan bahwa ditemukannya suatu peristiwa yang tidak dapat dijelaskan sebelumnya dimana ditemukan penyakit Pneumocystis Carinii Pneumonia (infeksi paru-paru yang mematikan) yang mengenai 5 orang homosexual di Los Angeles, kemudian berlanjut ditemukannnya ’penyakit’ Sarkoma Kaposi yang menyerang sejumlah 26 orang homosexsual di New York dan Los Angeles. Beberapa bulan kemudian penyakit tersebut ditemukan pada pengguna narkoba suntik, segera hal itu juga menimpa para penerima transfusi darah.
Sesuai perkembangan pola epidemiologi penyakit ini, semakin jelaslah bahwa penyebab proses penularan yang paling sering adalah melalui kontak sexual, darah dan produk darah serta cairan tubuh lainnya.

Pada tahun 1983, ditemukan virus HIV pada penderita dan selanjutnya pada tahun 1984 HIV dinyatakan sebagai faktor penyebab terjadinya Aquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS).


Ø ASAL USUL HIV/AIDS
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara.Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara.
Telah lama diketahui secara pasti bahwa virus tertentu dapat menyeberang dari hewan kepada manusia dan proses ini dikenal dengan zoonosis. Bagaimana proses SIV menjadi HIV pada manusia?

(1) Teori Pemburu, merupakan teori yang paling banyak dianut. Di dalam teori ini dijelaskan bahwa, SIVcpz dapat berpindah ke manusia, ketika seseorang berburu simpanse kemudian membunuh serta memakan dagingnya. Terkadang virus yang masuk bisa tetap sebagai SIV, atau dalam suatu kesempatan akan berubah menjadi HIV.

(2) Teori Vaksin Polio, merupakan teori lain yang mengatakan bahwa HIV dapat berpindah secara tidak sengaja karena kealpaan pihak medis, misalnya melalui percobaan medis. Teori ini disebarluaskan secara baik dimana vaksin polio yang memainkan peranan dalam perpindahan ini, karena vaksin tersebut dibuat dengan menggunakan ginjal monyet.

(3) Teori Kontaminasi Jarum Suntik, merupakan lanjutan dari “Teori Pemburu”, dimana pada tahun 1950 sudah digalakkan untuk memakai jarum suntik yang hanya sekali pakai serta menerapkan penataan untuk mensterilkan peralatan medis, tetapi ini memakan banyak anggaran sehingga terkadang, satu jarum digunakan untuk beberapa orang tanpa disterilkan terlebih dahulu. Hal tersebut akan mempercepat terkontaminasinya dengan berbagai macam infeksi.

(4) Teori Penjajahan, dasar pemikiran teori ini mengacu pada teori pemburu. Pada akhir abad XIX hingga awal abad XX, sebagian besar negara Afrika mengalami penjajahan. Seperti layaknya warga yang terjajah, rakyat Afrika diwajibkan mengikuti kerja paksa, mereka ditempatkan dalam satu camp dimana sanitasinya sangat buruk, kerja fisik diluar batas serta kebutuhan makanan tidak terjamin bahkan tidak menutup kemungkinan mereka mendapatkan lauk berupa simpanse yang sedang mengidap SIV.

(5) Teori Konspirasi. Beberapa orang mengatakan bahwa virus HIV adalah rekayasa manusia. Dari survey yang dilakukan di Amerika Serikat, didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden berkulit hitam mempercayai bahwa virus HIV memang diciptakan untuk memusnahkan sebagian besar orang berkulit hitam serta para homoseksual. Beberapa bahkan meyakini bahwa virus HIV disebarkan di seluruh dunia melalui program imunisasi campak maupun melalui uji coba program vaksinasi Hepatitis B kepada kaum homosexsual.

Sejauh ini, masih belum ada satu teoripun yang mampu menjelaskan dengan memuaskan bagaimana SIV pada binatang bisa menyeberang menjadi HIV pada manusia.

PROSES PENULARAN HIV/AIDS
- Penularan virus HIV-AIDS secara seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya (ML). Hubungan seksual reseptif tanpa kondom/pelindung lebih beresiko daripada hubungan seksual insertif dengan memakai kondom/pelindung, dan resiko hubungan seks anal lebih besar daripada resiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak beresiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif.

Kekerasan seksual secara umum meningkatkan resiko penularan HIV karena pelindung/kondom umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.

Penyakit menular seksual meningkatkan resiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofag) pada semen dan sekresi vaginal.

Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar resiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofag.

Penularan HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV.

Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual.

Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.
- Penularan virus HIV-AIDS secara Kontaminasi patogen melalui darah
Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna jarum suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan resiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C.

Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur.

Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi resiko itu. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh.

Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi.
WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman.Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.

Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi".
- Penularan virus HIV-AIDS pada masa perinatal (kehamilan)
Penularan virus HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa perinatal (kehamilan), yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan.

Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%.

Sejumlah faktor dapat memengaruhi resiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi resikonya). Menyusui meningkatkan resiko penularan sebesar 4%.
MASA INKUBASI VIRUS HIV/AIDS
Penyakit AIDS mempunyai masa inkubasi, yaitu masa tunas virus AIDS (HIV) menjadi AIDS. Ketika mulai masa inkubasi atau mulai terjangkitnya HIV, jumlah sel CD-4 (sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia) dalam tubuh perlahan-lahan akan berkurang sampai setengahnya. Ini berarti tubuh telah kehilangan setengah dari kekebalannya. Dalam kondisi seperti ini penderita masih memiliki kekebalan tubuh yang berfungsi selama 9-10 tahun.
Tetapi setelah melewati 9-10 tahun, jumlah sel CD-4 dalam tubuh akan semakin berkurang dan akhirnya sudah tidak berfungsi lagi. Pada saat inilah penderita tersebut menjadi penderita AIDS. Kesimpulannya apabila seseorang manusia telah mengidap penyakit AIDS, berarti ia telah terinfeksi HIV sekitar 9-10 tahun. Pada masa ini berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah dan menyebabkan penderitanya tersiksa sampai kematian datang menjemputnya.

GEJALA-GEJALA VIRUS HIV/AIDS
Setelah dinyatakan positif terkena HIV biasanya ada masa 5-10 tahun virus ini benar-benar bisa 'melumpuhkan' penderitanya. AIDS timbul sebagai dampak berkembangbiaknya virus HIV di dalam tubuh manusia. Meski kini dengan terapi ARV (Antiretroviral) penderita HIV AIDS bisa berumur panjang bersama penyakitnya.

Setelah virus memasuki tubuh, maka virus akan berkembang dengan cepat. Virus ini akan menyerang limfosit CD4 (sel T) dan menghancurkan sel-sel darah putih sehingga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Orang dengan HIV akan memiliki jumlah sel darah putih yang kecil.

Pada tahap awal terkena infeksi, virus ini biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda atau gejala apapun. Gejalanya baru akan muncul setelah dua sampai empat minggu.

Gejala awal HIV adalah mengalami sakit kepala yang berat, demam, kelelahan, mual, diare dan pembengkakan kelenjar getah bening di leher, ketiak atau pangkal paha.

Seperti dikutip dari situs WHO, Senin (6/12/2010) ketika seseorang terinfeksi maka gejala awal yang muncul terkadang mirip dengan flu atau infeksi virus sedang.

Pada stadium lanjut gejala HIV memperlihatkan kehilangan berat badan dengan cepat tanpa adanya alasan, batuk kering, demam berulang atau berkeringat saat malam hari, kelelahan, diare yang lebih dari seminggu, kehilangan memori, depresi dan juga gangguan saraf lainnya.
KOMPLIKASI VIRUS HIV/AIDS
- Penyakit saluran pencernaan utama
Esofagitis adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus), yaitu jalur makanan dari mulut ke lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV, penyakit ini terjadi karena infeksi jamur (jamur kandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1 atau virus sitomegalo). Ia pun dapat disebabkan oleh mikobakteria, meskipun kasusnya langka.

Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi karena berbagai penyebab, antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum (seperti Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, dan Escherichia coli), serta infeksi oportunistik yang tidak umum dan virus (seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, Mycobacterium avium complex, dan virus sitomegalo (CMV) yang merupakan penyebab kolitis).

Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama (primer) dari HIV itu sendiri. Selain itu, diare dapat juga merupakan efek samping dari antibiotik yang digunakan untuk menangani bakteri diare (misalnya pada Clostridium difficile). Pada stadium akhir infeksi HIV, diare diperkirakan merupakan petunjuk terjadinya perubahan cara saluran pencernaan menyerap nutrisi, serta mungkin merupakan komponen penting dalam sistem pembuangan yang berhubungan dengan HIV.
- Penyakit syaraf dan kejiwaan utama
Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena gangguan pada syaraf (neuropsychiatric sequelae), yang disebabkan oleh infeksi organisma atas sistem syaraf yang telah menjadi rentan, atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri.

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu, yang disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan radang otak akut (toksoplasma ensefalitis), namun ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru.

Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan.

Leukoensefalopati multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yaitu penyakit yang menghancurkan selubung syaraf (mielin) yang menutupi serabut sel syaraf (akson), sehingga merusak penghantaran impuls syaraf. Ia disebabkan oleh virus JC, yang 70% populasinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten, dan menyebabkan penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat (progresif) dan menyebar (multilokal), sehingga biasanya menyebabkan kematian dalam waktu sebulan setelah diagnosis.
- Kanker dan tumor ganas (malignan)
Sarkoma Kaposi. Pasien dengan infeksi HIV pada dasarnya memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya beberapa kanker. Hal ini karena infeksi oleh virus DNA penyebab mutasi genetik,yaitu terutama virus Epstein-Barr (EBV), virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV), dan virus papiloma manusia (HPV).

Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang terinfeksi HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual tahun 1981 adalah salah satu pertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari subfamili gammaherpesvirinae, yaitu virus herpes manusia yang juga disebut virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit dalam bentuk bintik keungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran pencernaan, dan paru-paru.

Kanker getah bening
tingkat tinggi (limfoma sel B) adalah kanker yang menyerang sel darah putih dan terkumpul dalam kelenjar getah bening, misalnya seperti limfoma Burkitt (Burkitt's lymphoma) atau sejenisnya (Burkitt's-like lymphoma), diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL), dan limfoma sistem syaraf pusat primer, lebih sering muncul pada pasien yang terinfeksi HIV.
Kanker ini seringkali merupakan perkiraan kondisi (prognosis) yang buruk. Pada beberapa kasus, limfoma adalah tanda-tanda utama AIDS. Limfoma ini sebagian besar disebabkan oleh virus Epstein-Barr atau virus herpes Sarkoma Kaposi.

Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker ini disebabkan oleh virus papiloma manusia.

Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti limfoma Hodgkin, kanker usus besar bawah (rectum), dan kanker anus.
Namun demikian, banyak tumor-tumor yang umum seperti kanker payudara dan kanker usus besar (colon), yang tidak meningkat kejadiannya pada pasien terinfeksi HIV. Di tempat-tempat dilakukannya terapi antiretrovirus yang sangat aktif (HAART) dalam menangani AIDS, kemunculan berbagai kanker yang berhubungan dengan AIDS menurun, namun pada saat yang sama kanker kemudian menjadi penyebab kematian yang paling umum pada pasien yang terinfeksi HIV.


DIAGNOSIS PENDERITA PENYAKIT HIV/AIDS
Sejak tanggal 5 Juni 1981, banyak definisi yang muncul untuk pengawasan epidemiologi AIDS, seperti definisi Bangui dan definisi World Health Organization tentang AIDS tahun 1994. Namun demikian, kedua sistem tersebut sebenarnya ditujukan untuk pemantauan epidemi dan bukan untuk penentuan tahapan klinis pasien, karena definisi yang digunakan tidak sensitif ataupun spesifik.

Di negara-negara berkembang, sistem World Health Organization untuk infeksi HIV digunakan dengan memakai data klinis dan laboratorium, sementara di negara-negara maju digunakan sistem klasifikasi Centers for Disease Control (CDC) Amerika Serikat.


Sistem tahapan infeksi WHO:

Health Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang terinfeksi dengan HIV-1.
Sistem ini diperbarui pada bulan September tahun 2005. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah ditangani pada orang sehat.

Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernafasan atas yang berulang
Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis(TBC).
Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.
OBAT-OBATAN VIRUS HIV/AIDS
Kabar baik bagi umat manusia. Ilmuwan mengajukan cara radikal untuk memerangi penyakit itu, dengan pemberian obat anti-retroviral yang dapat membasmi AIDS dalam 40 tahun.
Sebuah program agresif yang meresepkan pengobatan anti-retroviral (ART) pada setiap orang yang terinfeksi HIV, bisa menghentikan semua infeksi baru dalam lima tahun dan akhirnya menghapus epidemi. Demikian diungkapkan Dr Brian Williams dari Pusat Pemodelan dan Analisis Epidemiologi di Afrika Selatan, kemarin.

Dr Williams adalah bagian dari pakar perkembangan tubuh yang percaya bahwa obat anti-HIV mungkin adalah harapan terbaik untuk mencegah bahkan menghilangkan penyebaran AIDS. Sebaliknya ia menolak pilihan menunggu pengembangan vaksin yang dinilai efektif, atau hanya mengandalkan agar orang-orang mengubah gaya hidup seksualnya.

Gagasan itu akan diuji tahun depan, diawali percobaan klinis terkontrol melibatkan ribuan orang yang tinggal di sebuah bagian Afrika Selatan dengan insiden HIV dan AIDS yang tinggi. Dr Williams mengatakan upaya itu akan diikuti dengan percobaan serupa di Amerika Serikat, di mana HIV merajalela di beberapa kota.

"Harapan tercepat kami dengan menggunakan ART tidak hanya untuk menyelamatkan nyawa, tetapi juga untuk mengurangi penularan HIV. Saya percaya kalau kita menggunakan obat ART secara efektif, bisa menghentikan penularan HIV dalam lima tahun," kata Dr Williams.

"ART memungkinkan menghentikan penularan HIV dan AIDS, mengurangi penderita berkaitan AIDS hingga setengah dalam kurun waktu 10 tahun dan menghilangkan infeksi dalam waktu 40 tahun," katanya kepada Asosiasi Amerika untuk Kemajuan Ilmu Pengetahuan di San Diego, California.

Anti-retroviral secara dramatis menurunkan konsentrasi HIV dalam aliran darah seseorang, selain melindungi pasien terhadap AIDS. Obat itu secara signifikan mengurangi penularan antar individu.

Dr Williams dan para pendukungnya percaya, jika orang yang terinfeksi sudah cukup banyak yang dirawat, akan menurunkan tingkat infeksi sehingga epidemi akan mati. Ia yakin AIDS secara efektif dapat dihapuskan pada pertengahan abad ini.

"Masalahnya adalah bahwa kita menggunakan obat untuk menyelamatkan nyawa, tetapi tidak menggunakan untuk menghentikan penularan," kata Dr Williams.

Memblokir penularan hanya dapat dilakukan dengan pengujian yang ekstensif diikuti pengobatan cepat menggunakan obat anti-retroviral bagi setiap orang yang ditemukan mengidap HIV positif.

"Konsentrasi virus turun 10.000 kali [dengan ART] ... yang berarti 25 kali lipat mengurangi penularan. Tetapi jika Anda melakukan hal itu, akan cukup dasar untuk menghentikan penularan secara total," katanya.

Sebuah studi yang diterbitkan di 2008 menunjukkan bahwa secara teori ART dapat mengurangi kasus HIV baru hingga 95%, dari prevalensi 20 per 1.000 menjadi 1 per 1.000, dalam 10 tahun pelaksanaan program pengujian universal dan resep obat ART.

Obat ART harus diminum setiap hari seumur hidup dan biaya untuk Afrika Selatan sendiri akan menjadi sekitar US$4 miliar per tahun. Namun Dr Williams mengatakan biaya untuk mengobati jumlah pasien AIDS yang meningkat, serta biaya ekonomi remaja yang mati muda akan lebih tinggi daripada memberikan obat ART gratis kepada semua orang yang membutuhkan.

"Kunci masalah biaya adalah bahwa jika Anda tidak melakukan apa pun, biayanya lebih besar. Lebih penting lagi, kita membunuh orang muda di kehidupan utama mereka, ketika mereka harusnya memberikan kontribusi pada masyarakat,” kata Dr Williams.
GOLONGAN ORANG YANG RENTAN TERKENA HIV/AIDS
Ø MENURUT UMUR
VIVAnews - Kasus penderita HIV AIDS di kalangan wanita meningkat drastis. Perilaku berisiko suami atau pasangan merupakan penyebab utama penularan HIV di kalangan  wanita.

Dari penelitian regional mengenai HIV AIDS di Asia, diketahui wanita merupakan orang dewasa yang paling rentan terkena HIV. Pada 2008, 35 persen orang dewasa yang terinfeksi HIV di Asia terdiri dari wanita. Angkanya naik signifikan dari 17 persen pada 1990.

Sementara,  90 persen dari 1,7 juta perempuan hidup dengan HIV di Asia tertular dari suami atau pasangan dalam hubungan jangka panjang.

Di Indonesia, Komisi Penanggulangan AIDS Nasional dan Departemen Kesehatan mengestimasi sekitar 300 ribu orang dewasa usia 15-49 tahun hidup dengan HIV pada 2009.  Peningkatan infeksi tertinggi  pada perempuan.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Agum Gumelar mengatakan penyebab makin banyaknya wanita terinfeksi HIV karena pasangan yang berperilaku berisiko tinggi. Kita harus mempekuat kekuatan wanita untuk menolak hubungan seksual berisiko tinggi, ungkapnya pada peluncuran laporan Penularan HIV pada Pasangan Intim di Asia  di Hotel Crowne Plaza Jakarta, Rabu, 31 Maret 2010.

Pria pembeli seks dikenali sebagai kelompok populasi terinfeksi tertinggi. Padahal, kebanyakan mereka merencanakan menikah. Akibatnya wanita yang dianggap berisiko rendah justru berisiko tinggi setelah melakukan hubungan seksual dengan suami atau pasangan. Memperkuat hak azasi reproduksi wanita juga sebagai cara mencegah penularan virus mematikan tersebut, kata Linda.
Ø  MENURUT JENIS PEKERJAANNYA
Tenaga nonprofesional atau karyawan merupakan golongan yang paling banyak terinfeksi HIV sepanjang tahun 2011 disusul oleh ibu rumah tangga dan wiraswasta, demikian menurut Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi DKI Jakarta.

Data surveilans hingga Juni 2011, jumlah karyawan yang terinfeksi HIV sebanyak 283 orang (199 HIV dan 84 AIDS), ibu rumah tangga 147 orang (102 HIV dan 45 AIDS), wiraswasta 139 orang (82 HIV dan 57 AIDS), narapidana 48 orang (4 HIV dan 44 AIDS), buruh kasar 32 orang (14 HIV dan 18 AIDS) serta tenaga profesional non medis 29 orang (5 HIV dan 24 AIDS).

"Dari jumlah penderita HIV/AIDS, DKI Jakarta menempati urutan pertama tapi jika dihitung dari prevalensinya, maka DKI merupakan urutan keempat di Indonesia setelah Papua, Jawa Barat dan Bali," ujar Sekretaris KPAP DKI Rohana Manggala di Jakarta, Kamis.

AIDS merupakan penyakit yang paling ditakuti saat ini. HIV, virus yang menyebabkan penyakit ini, merusak sistem pertahanan tubuh (sistem imun), sehingga orang-orang yang menderita penyakit ini kemampuan untuk mempertahankan dirinya dari serangan penyakit menjadi berkurang. Seseorang yang positif mengidap HIV, belum tentu mengidap AIDS.

Tingginya angka terinfeksi pada golongan profesi karyawan itu telah membuat peringatan Hari AIDS sedunia 2011 yang diperingati tiap tanggal 1 Desember mengambil tema "Lindungi Pekerja dan dunia Usaha dari HIV dan AIDS".

Ketua Pelaksana Peringatan Hari AIDS Sedunia di Jakarta Deded Sukandar yang juga merupakan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta menyebut pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja sangat penting untuk mencegah terjadinya dampak yang sangat merugikan baik bagi perusahaan maupun tenaga kerja.

"Tempat kerja sebagai tempat berkumpulnya orang-orang muda yang produktif merupakan tempat yang sangat strategis untuk melaksanakan program pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS," kata Deded.

Hal itu karena dampak yang ditimbulkan karena HIV/AIDS sangat luas, tidak hanya pada orang yang terkena tetapi juga berdampak pada kondisi sosial, ekonomi dan psikologis bagi keluarga penderita dan juga pada masyarakat sekitar.

"Mengingat dari data yang ada bahwa 88% orang dengan HIV/AIDS berada pada kelompok usia produktif atau berumur 20-49 tahun maka HIV dan AIDS bisa menjadi ancaman bagi dunia usaha, apabila tidak dilakukan upaya pencegahan dan penanggulangan secara tepat," ujarnya.

Untuk pencegahan, Deded menyebut dibutuhkan kerjasama tripartit dari pemerintah, dunia usaha serta serikat pekerja untuk melakukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan.

Penyebab penularan, seperti dipaparkan Rohana Manggala adalah sebagian besar berasal dari pria yang membeli seks yang disebut sebagai kelompok resiko tinggi yang jumlahnya diperkirakan mencapai satu juta pria di Jakarta.

Sebesar 20% dari mereka adalah pria dewasa yang kemudian memiliki pasangan, selain itu ada sekitar 11 ribu pengguna jarum suntik (penasun) dan 61 ribu dari kelompok Gay, Waria, dan lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki.

"Karena itu, kami minta masyarakat tetap menerapkan rumus ABCD, yakni 'Abstinence' yang berarti menghindari perilaku berisiko, 'Be Faithful' atau setia, menggunakan 'Condom' untuk perilaku berisiko dan sebagai langkah terakhir adalah Drugs atau pengobatan jika telah positif HIV," ujarnya. (ant/gor)
KENYATAAN DI NEKARA KITA

Rupaya era globalisasi saat ini menyebabkan dunia tampak semakin kecil, negara tidak mempunyai batas-batas lagi. Perpindahan penduduk menjadi begitu mudah, demikian juga dengan HIV, bisa berpindah dari satu negara ke negara lainnya dengan leluasa hingga akhirnya sampai ke Indonesia. Kasus HIV/AIDS pertama di Indonesia diidentifikasi di Bali pada seorang laki-laki asing yang kemudian meninggal pada April 1987. Akan tetapi, penyebaran HIV di Indonesia meningkat setelah tahun 1995. Hal ini dapat dilihat pada tes penapisan (screening) darah donor yang positif HIV meningkat dari 3 per 100.000 kantong pada 1994 menjadi 16 per 100.000 kantong pada tahun 2000. Peningkatan 5 kali lebih tinggi dalam waktu 6 tahun.

Pada tahun 2000 terjadi peningkatan penyebaran epidemi HIV secara nyata melalui pekerja seks. Data dari Tanjung Balai Karimui Merauke, Propinsi Irian Jaya prevalensi HIV pada pekerja seks amat tinggi yaitu 26,5% sedangkan di Propinsi Jawa Barat 5,5% dan di DKI Jakarta 3,36%.

Sejak tahun 1999 terjadi fenomena baru penyebaran HIV/AIDS yaitu infeksi HIV mulai terlihat pada para pengguna Narkoba suntik. Penularan pada kelompok ini terjadi secara cepat karena penggunaan jarum suntik bersama. Sebagai contoh, pada tahun 1999 hanya 18% pengguna narkoba suntik yang dirawat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta yang terinfeksi HIV. Akan tetapi pada tahun 2000 angka tersebut meningkat dengan cepat menjadi 40% dan pada tahun 2001 menjadi 48%.

Fakta baru pada 2002 menunjukkan bahwa penularan infeksi HIV juga telah meluas ke rumah tangga. Di beberapa wilayah di Jakarta dilaporkan bahwa sekitar 3% dari 500 ibu hamil yang dites secara sukarela dalam kegiatan VCT (Voluntary Counseling and Testing) sudah terinfeksi HIV.

Jadi, semua jenis penularan HIV ada di negara kita dan sudah mengenai siapa saja bahkan hingga ke ibu rumah tangga dan bayi yang dikandungnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar